Thursday, 21 February 2013

MEMBERI ITU LEBIH MUDAH DARI PADA MENERIMA




Memberi itu lebih mudah daripada menerima.
Masa sih?
Pikirkan saja, ketika Anda ingin memberi, yang harus Anda kendalikan adalah dirimu sendiri. Tinggal Anda buang rasa sayang pada uang, Anda usir perasaan takut miskin, lalu berikan uang itu kepada orang lain. Cukup. Tidak susah.
Sebaliknya, ketika Anda ingin diberi, ketika Anda ingin menerima, tak semudah itu yang harus Anda lakukan, sebab Anda harus mengendalikan orang lain. Anda harus memikirkan, bagaimana supaya dia mau memberimu. Coba pikirkan, bagaimana caranya?
Bingung bukan? Baru mikir saja sudah bingung. Bagaimana melakukannya.

Di sebuah SMA yang bangunannya berdiri di perkampungan terpencil, saya mengajar Bahasa Indonesia. Gaji bulanan saya tidak tetap. Kadang dapat kadang tidak. Seperti umumnya orang, saya dongkol bila tak dapat gaji. Rasanya lelah sekali mengajar tanpa bayaran apapun. Ingin rasanya alpa mengajar, cari-cari alasan untuk tidak datang, namun tidak tega. Kasihan anak-anak di kelas.
Saya hanya protes dengan datang terlambat. Biar pengurus mengerti, terlambat saya ini peringatan buat pengurus. Jika dia tak suka saya datang terlambat, mengapa dia menggaji saya terlambat. Dengan sangat dungu, di depan anak-anak, seringkali saya membangga-banggakan keterlambatan saya. ”Bukankah kalian gembira saya lelet? Karena saya terlambat, jam pelajaran kalian jadi sebentar?”. Mereka tertawa.
Ketika saya renungkan, ternyata itu tindakan bodoh. Itu akhlaq tercela, dan akhlaq tercela ini muncul dari jiwa yang lemah. Dan jiwa saya menjadi lemah, karena, saya bermental miskin, hanya ingin mendapatkan dan mendapatkan.
Saya ingin mendapatkan uang, tetapi ternyata majikan tidak memberikan. Seharusnya saya berani, terus terang meminta. Untuk meminta, saya harus mengumpulkan keberanian, resikonya ditolak, malu, dan mungkin majikan akan memandang saya matre. Mending kalau si majikan memberi, bagaimana kalau tidak. Malu iya, dapat uang tidak. Ingin mendapatkan sangat melelahkan.
Berbeda dengan ketika pola pikir saya rubah. Ingin mendapat saya rubah jadi ingin memberi. Dan segera, setelah saya tanamkan keinginan hanya memberi, hari-hari kelam seperti berubah terang. Hidup rasanya lebih mudah dan lebih indah untuk dijalani. Tidak mengapa gaji saya kurang layak, sepanjang saya bisa memberi, sepanjang itu pula saya tetap bahagia. Sepanjang saya bisa mengajar, berbagi ilmu, berbagi pengalaman dengan anak-anak, sepanjang itu pula saya senang. Api semangat menyala, kreatifitas mengalir, saya ajak anak-anak jalan-jalan ke tengah alam, menikmati pemandangan sungai, dari gelombang air, dari gemerisik daun bambu, dan dari apapun ciptaan Alloh, lalu mengambil ungkapan indah darinya.
Ketika saya ingin diberi, betapa sempit rasanya hidup ini.
Katika saya ingin memberi, betapa luas, betapa banyak, betapa melimpah yang bisa saya berikan.
Ketika saya ingin diberi, yang saya rasakan adalah ketakutan.
Ketika saya ingin memberi, yang saya rasakan adalah kegembiraan, kelapangan, semangat, dan kreatifitas.
Memberi lebih mudah daripada menerima.

No comments:

Post a Comment