Thursday, 7 March 2013

BERDAGANGLAH KARENA INGIN MEMBERI KEPADA ORANG LAIN



Dini hari pertama ramadhan, OPJ menghiasi acara Trans7. Dalam salah satu aksi kocaknya, si Andre dengan si Sule bernyanyi “Begadang” yang diselewengkan menjadi “Berdagang”. Begini katanya:”Berdagang jangan berdagang, kalau tiada artinya, berdagang boleh saja, kalau ada perlunya.”
Ada  betulnya juga nyanyian sinting mereka. Berdagang itu memang jangan asal berdagang. Kalau tidak perlu jangan berdagang. Ada orang berdagang dengan tujuan asal buka usaha, dengan keinginan masa depan sukses menjadi pedagang besar seperti orang lain, namun yang dia jual bukan merupakan kebutuhan lingkungannya. Dia menjual barang-barang yang tidak dibutuhkan orang lain. Ya, mana mungkin dia sukses.
Kembali pada konsep memberi sebagai modal kesuksesan hidup, seharusnya, tujuan pertama dan utama seorang pedagang, adalah memenuhi kebutuhan orang lain, menolong orang yang membutuhkan. Supaya orang, tidak usah jauh membeli, supaya kebutuhan orang yang mendesak bisa cepat terpenuhi. Supaya, jika ada orang sakit, mereka bisa cepat mendapatkan obat dari warung kita, dan jika ada orang yang butuh pembalut, mereka bisa cepat terlindungi apa yang harus dibalutnya.
Jadi, kegembiraan pedagang itu, bukan laku jualannya, bukan dapat untung tidaknya, bukan itu, tapi terpenuhinya kebutuhan orang lain.  terserah bagaimana pun caranya, apakah dengan mendapatkan dari warung orang lain, atau jualannya sendiri yang terjual murah, asal kebutuhan orang lain terpenuhi, maka apapun akan dia  lakukan sekalipun berakibat dagangannya rugi. Alloh Maha Kaya, setelah dia memenuhi kebutuhan orang lain sementara dia sendiri rugi, maka tentu Alloh akan memberikan kepadanya, yang lebih baik dari yang dia punya.
Demi memenuhi tuntutan orang, itulah seharusnya tujuan utama berdagang. Foint kedua Megatrend Asia yang mengubah dunia, kata John Naishbit adalah Tuntutan Konsumen. Tulis dia “Berusaha memahami pasar, baru ini akan mendatangkan keuntungan yang amat besar—sebaliknya, adalah hilangnya peluang bahkan menyebabkan bangkrut.”
Jika kata-kata ini di-Islamikan, maka kalimatnya adalah:”Berusaha memahami kebutuhan orang lain, kemudian berusaha memenuhinya.” Berusaha memenuhi di sini, bukan hanya mencari keuntungan bagi diri sendiri, namun ingin memenuhi kebutuhan orang lain, dengan harapan, nanti Alloh memberikan hal serupa kepada kita: kebutuhan-kebutuhan kita. Bukankah sudah umum dipahami oleh semua orang Islam, bahwa orang yang menolong akan ditolong. Sabda Nabi:”Alloh akan senantiasa menolong seorang hamba, selama hamba itu masih mau menolong saudaranya.” 
Ada yang ingin saya kritik dari pemikiran John Naishbit. Dia hanya memberi ide supaya mengambil kesempatan dari kecederungan orang yang semakin boros dan semakin konsumtif. Kata dia:”Standar hidup rata-rata penduduk Asia melambung secara tiba-tiba, dari sekadar bertahan hidup ke gaya hidup konsumtif.” Dengan kata lain, di tengah kehidupan manusia yang semakin boros, marilah kita menjual sebanyak-banyaknya, dengan begitu, maka kita akan kaya secara lebih cepat. Tulis dia di halaman lainnya:”Orang-orang Asia telah beranjak dari era ketika lemari es ditempatkan di sudut ruang keluarga sedemikian rupa sehingga mudah terlihat sebagai sumber kemapanan, ke era masa kini di mana mereka memiliki sarana-sarana untuk membeli segala susuatu guna mempercantik ruang keluarga itu, dan bersama dengan itu orang-orang Asia sedang berada dalam puncak gairah belanja.” Ini hanyalah mengambil keuntungan dari kelemahan mental masyarakat.
Itu tidak berlaku bagi seorang muslim. Seorang muslin menjual, dia memang menjual apa yang dibutuhkan oleh orang-orang, namun tidak sebatas sampai di sana, tetapi seorang muslim pun menjual sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok orang-orang, semisal makanan dan pakaian. Bisa juga barang yang dia jual itu barang elektronik, namun tidak semata untuk hiburan, dia menjual barang eketronik, karena memang orang-orang membutuhkan barang itu. Semisal komputer, untuk kebutuhan pendidikan, untuk kebutuhan ilmiah, untuk kebutuhan dakwah. Atau bisa juga di amenjual kamera digital, karena kamera itu dibutuhkan orang untuk dokumentasi, untuk kebutuhan ilmiah, atau untuk kebutuhan pendidikan. Begitulah seorang muslim, dia tidak menjual semata karena ingin menjual, namun dia menjual karena apa yang dia jual bisa menolong kebutuhan orang lain.
Inilah ide ekonomi yang ingin saya gulirkan ke tengah-tengah dunia, dari yang asalnya berdagang karena ingin memperkaya diri sendiri, ke cara berdagang karena ingin memenuhi kebutuhan orang lain, ke cara berdagang karena ingin memenuhi kebutuhan orang lain.
Sebuah dagang yang disertai keyakian luasnya Rezeki dari Alloh, karena beratnya tantangan-tantangan yang bakal dihadapi. Karena, seorang yang berdagang dengan tujuan ingin menolong orang lain, terkadang, dagangannya harus terjual murah di bawah modal, atau bahkan dagangannya itu dia berikan kepada orang lain, dan jualannya mengalami kerugian. Dalam keadaan rugi itulah pedagang yang berdagang dengan oriantasi menolong,  harus tetap mempertahankan keyakinannya akan luasnya rizki Alloh, bahwa setelah dia menolong orang lain, sekalipun berakibat dagangganya rugi, namun dia yakin, akan datang keuntungungan lebih besar yang didatangkan Alloh kepadanya. Keyakinan ini harus dia pelihara, demi mempertahankan harapannya dan kebahagiaannya.
Wajah pedagang ini tetapi tersenyum sekalipun, dilihatnya, barang yang dijualnya hampir habis, sementara uangnya tidak ada. Dia gembira karena, dia yakin, di sisi Alloh,barang dagangannya tidaklah hilang, tidaklah habis,melainkan abadi tetap ada, dan bahkan berkembang di sana, untuk dikembalikan suatu ketika dengan jumlah lebih besar, lebih banyak, dan lebih baik.
Manusia kebanyakan pasti akan mengatakan ini berdagang cara gila. Tidak mengapa, tantangan seorang permbawa kebenaran antara lain memang itu, akan dikatakan gila oleh orang lain. jangankan kita, orang-orang yang nyata-nyata banyak dosa dan kesalahan, banyak kekotoran dalam jiwa, Nabi saja, seorang kekasih Alloh, yang dosa lalu dan kemudiannya diampuni oleh Alloh, yang telah Alloh jamin masuk sorga, pada awal-awal dakwahnya dicerca masyarakat dengan sebutan gila. Maka, jika banyak orang menyebut kita gila, ya wajar saja, dan anggap saja biasa. Bukan kepada manusia kita akan mempertanggungjawabkan hidup, melainkan kepada Alloh.
Hal terpenting dari sebuah usaha atau bisnis adalah, apakah bisnis itu merupakan kebutuhan manusia, ataukah sekedar hiburan. Hanya bisnis yang menjadi kebutuhan yang akan bertahan lama. Dengan menjalankan bisnis yang menjadi kebutuhan, berarti kita juga memberikan kemudahan kepada orang lain memenuhi kebutuhannya. Berarti kita menjadi manusia pemberi.

No comments:

Post a Comment