Dini
hari pertama ramadhan, OPJ menghiasi acara Trans7. Dalam salah satu aksi
kocaknya, si Andre dengan si Sule bernyanyi
“Begadang” yang diselewengkan menjadi “Berdagang”. Begini katanya:”Berdagang
jangan berdagang, kalau tiada artinya, berdagang boleh saja, kalau ada
perlunya.”
Ada betulnya juga nyanyian sinting mereka.
Berdagang itu memang jangan asal berdagang. Kalau tidak perlu jangan berdagang.
Ada orang berdagang dengan tujuan asal buka usaha, dengan keinginan masa depan
sukses menjadi pedagang besar seperti orang lain, namun yang dia jual bukan
merupakan kebutuhan lingkungannya. Dia menjual barang-barang yang tidak
dibutuhkan orang lain. Ya, mana mungkin dia sukses.
Kembali pada
konsep memberi sebagai modal kesuksesan hidup, seharusnya, tujuan pertama dan
utama seorang pedagang, adalah memenuhi kebutuhan orang lain, menolong orang
yang membutuhkan. Supaya orang, tidak usah jauh membeli, supaya kebutuhan orang
yang mendesak bisa cepat terpenuhi. Supaya, jika ada orang sakit, mereka bisa
cepat mendapatkan obat dari warung kita, dan jika ada orang yang butuh
pembalut, mereka bisa cepat terlindungi apa yang harus dibalutnya.
Jadi, kegembiraan
pedagang itu, bukan laku jualannya, bukan dapat untung tidaknya, bukan itu,
tapi terpenuhinya kebutuhan orang lain.
terserah bagaimana pun caranya, apakah dengan mendapatkan dari warung
orang lain, atau jualannya sendiri yang terjual murah, asal kebutuhan orang
lain terpenuhi, maka apapun akan dia
lakukan sekalipun berakibat dagangannya rugi. Alloh Maha Kaya, setelah
dia memenuhi kebutuhan orang lain sementara dia sendiri rugi, maka tentu Alloh
akan memberikan kepadanya, yang lebih baik dari yang dia punya.
Demi memenuhi
tuntutan orang, itulah seharusnya tujuan utama berdagang. Foint kedua Megatrend
Asia yang mengubah dunia, kata John Naishbit adalah Tuntutan Konsumen. Tulis
dia “Berusaha memahami pasar, baru ini akan mendatangkan keuntungan yang amat
besar—sebaliknya, adalah hilangnya peluang bahkan menyebabkan bangkrut.”
Jika kata-kata ini
di-Islamikan, maka kalimatnya adalah:”Berusaha memahami kebutuhan orang lain,
kemudian berusaha memenuhinya.” Berusaha memenuhi di sini, bukan hanya mencari
keuntungan bagi diri sendiri, namun ingin memenuhi kebutuhan orang lain, dengan
harapan, nanti Alloh memberikan hal serupa kepada kita: kebutuhan-kebutuhan
kita. Bukankah sudah umum dipahami oleh semua orang Islam, bahwa orang yang
menolong akan ditolong. Sabda Nabi:”Alloh akan senantiasa menolong seorang
hamba, selama hamba itu masih mau menolong saudaranya.”
Ada yang ingin
saya kritik dari pemikiran John Naishbit. Dia hanya memberi ide supaya
mengambil kesempatan dari kecederungan orang yang semakin boros dan semakin
konsumtif. Kata dia:”Standar hidup rata-rata penduduk Asia melambung secara
tiba-tiba, dari sekadar bertahan hidup ke gaya hidup konsumtif.” Dengan kata
lain, di tengah kehidupan manusia yang semakin boros, marilah kita menjual
sebanyak-banyaknya, dengan begitu, maka kita akan kaya secara lebih cepat.
Tulis dia di halaman lainnya:”Orang-orang Asia telah beranjak dari era ketika
lemari es ditempatkan di sudut ruang keluarga sedemikian rupa sehingga mudah
terlihat sebagai sumber kemapanan, ke era masa kini di mana mereka memiliki
sarana-sarana untuk membeli segala susuatu guna mempercantik ruang keluarga
itu, dan bersama dengan itu orang-orang Asia sedang berada dalam puncak gairah
belanja.” Ini hanyalah mengambil keuntungan dari kelemahan mental masyarakat.
Itu tidak berlaku
bagi seorang muslim. Seorang muslin menjual, dia memang menjual apa yang
dibutuhkan oleh orang-orang, namun tidak sebatas sampai di sana, tetapi seorang
muslim pun menjual sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok orang-orang, semisal
makanan dan pakaian. Bisa juga barang yang dia jual itu barang elektronik,
namun tidak semata untuk hiburan, dia menjual barang eketronik, karena memang
orang-orang membutuhkan barang itu. Semisal komputer, untuk kebutuhan
pendidikan, untuk kebutuhan ilmiah, untuk kebutuhan dakwah. Atau bisa juga di
amenjual kamera digital, karena kamera itu dibutuhkan orang untuk dokumentasi,
untuk kebutuhan ilmiah, atau untuk kebutuhan pendidikan. Begitulah seorang
muslim, dia tidak menjual semata karena ingin menjual, namun dia menjual karena
apa yang dia jual bisa menolong kebutuhan orang lain.
Inilah ide ekonomi
yang ingin saya gulirkan ke tengah-tengah dunia, dari yang asalnya berdagang
karena ingin memperkaya diri sendiri, ke cara berdagang karena ingin memenuhi
kebutuhan orang lain, ke cara berdagang karena ingin memenuhi kebutuhan orang
lain.
Sebuah dagang yang
disertai keyakian luasnya Rezeki dari Alloh, karena beratnya
tantangan-tantangan yang bakal dihadapi. Karena, seorang yang berdagang dengan
tujuan ingin menolong orang lain, terkadang, dagangannya harus terjual murah di
bawah modal, atau bahkan dagangannya itu dia berikan kepada orang lain, dan
jualannya mengalami kerugian. Dalam keadaan rugi itulah pedagang yang berdagang
dengan oriantasi menolong, harus tetap
mempertahankan keyakinannya akan luasnya rizki Alloh, bahwa setelah dia
menolong orang lain, sekalipun berakibat dagangganya rugi, namun dia yakin,
akan datang keuntungungan lebih besar yang didatangkan Alloh kepadanya.
Keyakinan ini harus dia pelihara, demi mempertahankan harapannya dan
kebahagiaannya.
Wajah pedagang ini
tetapi tersenyum sekalipun, dilihatnya, barang yang dijualnya hampir habis,
sementara uangnya tidak ada. Dia gembira karena, dia yakin, di sisi
Alloh,barang dagangannya tidaklah hilang, tidaklah habis,melainkan abadi tetap
ada, dan bahkan berkembang di sana, untuk dikembalikan suatu ketika dengan
jumlah lebih besar, lebih banyak, dan lebih baik.
Manusia kebanyakan
pasti akan mengatakan ini berdagang cara gila. Tidak mengapa, tantangan seorang
permbawa kebenaran antara lain memang itu, akan dikatakan gila oleh orang lain.
jangankan kita, orang-orang yang nyata-nyata banyak dosa dan kesalahan, banyak
kekotoran dalam jiwa, Nabi saja, seorang kekasih Alloh, yang dosa lalu dan
kemudiannya diampuni oleh Alloh, yang telah Alloh jamin masuk sorga, pada
awal-awal dakwahnya dicerca masyarakat dengan sebutan gila. Maka, jika banyak
orang menyebut kita gila, ya wajar saja, dan anggap saja biasa. Bukan kepada
manusia kita akan mempertanggungjawabkan hidup, melainkan kepada Alloh.
Hal terpenting
dari sebuah usaha atau bisnis adalah, apakah bisnis itu merupakan kebutuhan
manusia, ataukah sekedar hiburan. Hanya bisnis yang menjadi kebutuhan yang akan
bertahan lama. Dengan menjalankan bisnis yang menjadi kebutuhan, berarti kita
juga memberikan kemudahan kepada orang lain memenuhi kebutuhannya. Berarti kita
menjadi manusia pemberi.
No comments:
Post a Comment