Potret kemiskinan
negeri kita sudah tercermin dari hantu-hantunya. (Ini humor basi, tapi saya
ingin mencantumkannya). Misalnya kuntilanak, lihat pakaiannya, daster putih
polos sederhana, rambut panjang tak terurus, kantung mata hitam legam, dan
wajah pucat pasi. Tinggalnya di mana? Di pohon-pohon atau di gudang tak
terpakai. Profesinya penjual jamu gendong, terkadang sampai menjadi PSK. SANGAT
MISKIN. Terus pocong, penampilannya sangat sangat-sangat miskin. muka jelek tak
terrawat, pakaian kain kafan kumal tak pernah dicuci. Tempat tinggalnya di
mana? Kayak gak ada tempat lain, tinggalnya di kuburan. Ada lagi jelangkung,
saking miskinnya, ke mana-mana harus jalan kaki, tak ada orang yang peduli
kepadanya, tak ada orang mau mengantarnya, tak ada orang yang mau menjemputnya
(datang tak dijemput pulang tak diantar). Terakhir, tuyul, jangankan baju
keren, baju biasa pun dia tak punya. Pakaiannya hanya cawat. MISKIN PARAH.
Berbeda dengan
hantu-hantu luar negeri. Amerika, hantunya DRAKULA, pakaiannya jas hitam, pakai
dasi dan berpenampilan rapi. Tinggalnya pun di kastil megah dan rumah-rumah
mewah, bermobil mewah, dan berpendidikan tinggi. Kalau tidak percaya, lihat
film Twilight. Lihat juga Cina. Hantunya
VAMPIR. Berpakaian adat bangsawan China lengkap dengan songkok hitam, tinggal
di kuil atau di kastil mewah, memakai perhiasan berupa kalung atau cincin giok.
Atau juga Timur tengah, hantunya JIN, berbaju bangsawan Arab, lengkap dengan
sepatu khas Timur Tengah, memakai anting dan perhiasan dari emas, tinggal di
dalam lampu yang terbuat dari emas berhias permata.
Baiklah, masalah
itu tak perlu kita pusingkan. Sekarang, lebih baik kita diskusikan, mengapa
kebanyak orang kita hidup miskin. Setelah saya menela’ah, setidaknya ada 6
alasan mengapa kebanyakan orang kita miskin dan susah. Mereka bekerja tanpa
petunjuk, mereka tidak memakai petunjuk Alloh, mereka tahu petunjuk tapi malas
beramal, kebanyakan orang senang diberi tapi enggan memberi, hanya
mengandalkan kemampuan sendiri, mereka pelit dan saling menasihati untuk
pelit, uang mereka mengalir untuk kemegahan, bahkan, mereka menggunakan rezeki
untuk berbuat kerusakan.
Mari kita bicarakan
satu-persatu.
MEREKA BEKERJA TANPA
PETUNJUK.
Begitu pentingnya
sebuah petunjuk, tanpanya hidup kita bisa kelelahan.
Ini sebuah
pengamalan buruk. Ketika itu, saya mau mencari seorang guru Al-Qur'an di
Ciangsana Bogor. Saya ingin menemuinya karena mendengar kesuksesan hidupnya
mengajarkan Al-Qur'an. Ingin tinggal di rumahnya, belajar kepadanya, supaya
mendapatkan ilmu yan banyak tentang isi kandungan Al-Qur'an.
Maka perjalanan
penuh ketidakpastian itu pun saya tempuh. Tak ada petunjuk lengkap tentang
tempat tinggalnya. Yang saya tahu hanya terminal Kampungrambutan, lalu naik
angkot menuju Ciangsana. Selebihnya, saya buta. Ketika Kernet angkot menanyakan
pada saya Ciangsana mana, saya gelagapan. Kepadanya saya hanya bisa menyebutkan
nama sebuah madrasah.
Tetapi ketika
angkot menurunkan saya di sebuah madrasah, ternyata itu bukan madrasah yang
saya cari. Itu bukan madrasah sang dokter. Saya tanyakan kepada orang-orang,
tahukah mereka dengan dokter itu, mereka sama tidak tahu. Saya berjalan lunglai
memikirkan kemalangan diri. Langkah-langkah yang sangat lelah oleh kegelisahan
dan berbagai kecemasan. Cemas dengan segala kemungkinan mengerikan yang bisa
saja terjadi pada saya.
Saya tersesat.
Ongkos habis. Kampung saya di Ciamis, dan tersesat di Bogor seperti ini berarti
terancam jadi anak jalanan. Itu masih mendingan, yang repot kalau saya jadi
gelandangan. Dan itu masih mendingan, lebih repot kalau saya jadi pengemis.
Hanya Alloh tempat saya memohon perlindungan. Untunglah akhirnya Alloh
memberikan saya pertolongan, setelah berjalan kaki jauh dan melelahkan dan
berdo’a kepada-Nya sebisa saya, akhirnya dokter itu saya temukan.
Tanpa petunjuk,
kita akan kesusahan.
Begitulah selama
ini orang mengejar harta. Mereka bekerja habis-habisan, mengerahkan tenaganya,
akalnya, namun karena mereka bekerja tanpa petunjuk, mereka hanya menemukan
kelelahan dan kelelahan, terus berputar-putar dalam siklus yang sama, dalam
kesusahan yang sama. Mereka tersesat. Mereka tetap miskin.
No comments:
Post a Comment