Paling jengkel
kalau sudah kehilangan sesuatu. Hati belum bisa tenang sebelum menemukannya.
Kehilangan uang, kehilangan flesh disk, kehilangan kunci motor, kehilangan
hape, kehilangan carger hape, kehilangan KTP, kehilangan dompet, kehilangan
buku, kehilangan baju, kehilangan celana, kehilangan apapun seringkali membuat
jantung kita nyut-nyutan.
Seorang mahasiswi
pernah meminjam buku Metodologi Studi Islam pada saya. Dia seorang wanita
berjilbab. Parasnya cantik bagai siluman ular. Wajahnya bulat dengan pipi
montok licin bak kulit bayi. Wanita cantik biasanya apik, dan orang apik
biasanya jarang kehilangan. Namun wanita ini beda, sepertinya dia seorang
pelupa, sepertinya. Saya nggak tahu sifat dia sebenarnya. Suatu malam, malam
yang esok harinya akan ujian, dia mengirim SMS:
“Pak, tahu tidak?”
“Apa?” tanya saya.
“Buku MSI tidak
ada.”
“Maksudmu,
hilang?”
“Iya, entah ke
mana, bagaimana ya Pak?”
“Tidak
mengapalah.” Jawab saya santai.
“Tapi saya tidak
enak.”
“Biarlah,...saya
rela kehilangan apa pun asal tidak kehilangan Kamu.” Balas saya romantis.
“Ih, kok berkata
begitu? Malu dong sama istri Bapak.” Dia menggugat.
“Malu kenapa?”
“Barangkali saja
malu. Ah Pak, bagaimana tentang buku?”
“Biarlah, nanti
saya bantu cari.”
Kasihan wanita
ini. Kehilangan buku telah membuatnya gelisah. Untungnya, saya telah menemukannya. Bagaimana caranya menemukan buku
itu, saya telah menceritakannya dalam sebuah novel. Tidak akan saya ceritakan
di sini, karena itu sebuah rahasia pribadi. Yang jelas, saya tidak menemukan
buku itu dengan bantuan tuyul.
Anda pernah
kehilangan apa?
Saya pernah
kehilangan uang, pernah kehilangan hape, pernah kehilangan majalah, pernah
kehilangan buku, dan ketika kehilangan, bukan main gelisahnya. Saya dongkol,
saya marah, tapi setelah itu saya merenung, bertanya pada diri sendiri, mengapa
saya marah?
Karena kehilangan,
jawab saya sendiri.
Mengapa
kehilangan? tanya saya lagi.
Karena saya
mempunyai sesuatu. Jika saya tidak punya apapun, saya tidak akan kehilangan
apapun, jawab saya juga.
Jadi, apa
sebaiknya tidak punya apapun? Tanya saya lagi.
Bukan, justeru
punya apapun itu harus. Tapi harus sabar jika kehilangan, jawab saya pula.
Bagaimana supaya
bisa sabar? Tanya saya lagi.
SUPAYA SAYA BISA
SABAR KETIKA KEHILANGAN, SAYA HARUS CINTA MEMBERI.
Itulah jawaban
emasnya. Ketika jiwa ini saya tanami cinta memberi, kehilangan bukan masalah
lagi. Kehilangan uang justeru memberikan kebahagiaan. Mudah-mudahan saja ditemukan
orang, dimanfaatkan dan menjadi sedekah.
Demikianlah dengan
Anda. Anda kehilangan apapun, relakan saja, semoga ada orang memanfaatkannya.
Mohonlah kepada Alloh semoga jadi sedekah.
Atau seperti
mahasiswi tadi. Dia kehilangan buku, dan buku itu milik orang lain. Mengapa dia
harus panik? Kalau dia cinta memberi, tinggal berikan saja ganti rugi kepada
orang yang meminjaminya buku, yaitu kepada saya. Haha. Kemudian buku yang
hilang itu dia relakan sambil berharap kepada ALLOH, semoga buku itu dibaca dan
dimanfaatkan orang lain, yang kemudian ALLOH mencatatkan menjadi sebuah
sedekah.
Saya pernah
meminjamkan uang kepada seseorang, dan sampai sekarang uang itu belum juga
kembali. Awalnya saya pusing bagaimana saya harus menagihnya. Orang itu tinggal
jauh. Dia di Jawa Timur, sedang saya di Jawab Barat. Kalau pun bertemu, belum
tentu dia membayar. Mengingat itu seringkali membuat kepala pening. Mengapa
tidak saya relakan saja? ketika saya relakan, rasanya dada ini begitu nyaman.
Rela atau tidak, uang telah pergi. Mendingan rela, semoga itu menjadi sedekah. Dan
biarlah ALLOH menggantinya untuk saya.
Petani yang cinta
memberi tidak akan dipusingkan oleh hama. Gagal panen tidak akan membuatnya
susah. Sebaliknya, dia malah gembira, sebab tanaman dia yang dimakan hama itu
menjadi sedekah. Petani itu tahu Rosululoh pernah bersabda: “Tidak ada seorang muslim pun yang menanam
suatu pohon atau bertani dengan suatu macam tanaman kemudian dimakan burung,
manusia atau ternak melainkan hal itu akan menjadi sedekah baginya.”
(Shahih Muslim No.2904)
Misalnya, semalam
sebelum panen, ribuan tikus menyerang sawah. Padi habis tinggal jerami. Petani
yang cinta memberi tidak akan berduka, sebaliknya dia bahagia, lapang hati dia relakan
padinya semoga jadi sedekah. Tikus pun sama seperti kucing, sama seperti ayam,
makhluq Alloh yang butuh makan. Memberi kepadanya sama-sama terhitung sedekah.
Bukankah bahkan memberi kepada anjing saja bisa mengundang kasih sayang Alloh?
Bukankah Anda pernah mendengar tentang seorang wanita tuna susila memberi minum
anjing lalu dia menjadi ahli surga?
Seorang yang
menjalankan bisnis memberi, hidupnya hanya untuk memberi. Yang ada dalam jiwanya hanya ingin memberi—Maka harta hilang
takkan pernah membuatnya menjadi susah. Dia bahagia karena bisa memberi.
Seorang yang
berjiwa memberi tidak akan disusahkan oleh harta yang hilang.
No comments:
Post a Comment