Thursday, 7 March 2013

KALAU KAMU PUNYA UANG INFAKKAN SAJA



Jika Anda punya uang, utamakanlah infak, utamakanlah menolong orang lain, dan habiskanlah waktu untuk itu. Tidak usah Anda pusingkan bisnis. Masalah bisnis, masalah usaha, nanti ALLOH yang akan memberikan jalan.
Bisnis itu harus dijalankan berdasarkan kebutuhan. Bisnis yang dijalankan tanpa mengetahui kebutuhan orang, dan hanya mengandalkan untung-untungan, besar peluang bisnis itu akan mengalami kegagalan. Bisnis yang berhasil adalah bisnis yang dijalankan berdasarkan kebutuhan pasar.
Dalam sebuah perjalanan, saya melihat pabrik makanan ringan. Sambil berteduh dari hujan, saya masuki pabrik itu. Saya berjalan terus ke dalam, menyapa seorang laki-laki yang sedang membuat kue semprong. Hanya beberapa orang saja di sana, tapi ketika saya menoleh ke sebelah kanan, masya ALLOH, ramai sekali para pekerja dengan garapannya masing-masing. Kebanyakan pekerjanya wanita. Mulai wanita muda hingga wanita tua bekerja di sana. Setelah menuruni sebuah tangga, saya permisi kepada seorang wanita tua. Tangannya sibuk melinting sale, dan menjawab sapaan saya dengan sopannya. Saya terus berjalan, dan menyaksikan tungku-tungku besar berbaris dari timur ke barat. Kuali di atasnya menampung minyak dengan berbagai macam makanan yang digoreng. Sebagian menggoreng pisang, sebagian menggoreng sale, dan yang mengerjakan itu adalah ibu-ibu. Sibuk mereka menggoreng, mengangkat, mengangkut, dan membetulkan nyala apinya.
Saya berdiri takjub melihat pemandangan itu. Isi kepala berputar memikirkan apa yang harus saya lakukan supaya bisa merekam kegiatan ini. Saya pikir, rekaman kegiatan di pabrik ini pasti akan sangat bermanfaat untuk pengajaran anak-anak di kelas. Saya mengajar di sebuah SMA suasta di perkampungan. Anak-anak senang jika pelajaran disajikan dalam bentuk fim, atau rekaman gambar. Sayang, hape kamera yang saya bawa sudang drop.
Ketika itu, saya menoleh ke sebuah tempat yang dibatasi tembok sepinggang. Saya lihat di sana seorang bapak sedang duduk. Saya tanya dia, apakah dia pemiliknya. Dia menjawab, ya. Dan saya memohon maaf kepadanya dan menyatakan keinginan melakukan penelitian di perusahaannya ini. Dia bertanya, untuk kepentingan apa? Saya jawab, untuk pelajaran anak-anak di sekolah. Dia katakan, silahkan. Saya gembira mendapatkan izin darinya. Saya melihat di sebelah bawah sana ada lagi bangunan besar beratapkan asbes. Saya tanyakan kepada bapak ini, apakah itu perusahaan juga. Dia katakan, ya. Kemudian saya meminta ijin kepadanya, ingin melihat-lihat juga ke bawah. Dia mempersilahkan.
Dan ketika saya berjalan ke bawah, dan memasuki bangunan itu, saya saksikan orang lebih banyak lagi. Ibu-ibu muda ramai mengelilingi meja besar setinggi lutut. Di depan mereka menumpuk lembaran-lembaran lumpia tipis. Cekatan tangan mereka mengambilnya, lalu dengan kecepatan luar biasa mereka membungkus tepung dengan lembaran lumpia itu. Saya dekati mereka dan saya tanyakan kepadanya, tepung apakah itu. Mereka tidak jelas menjawabnya. Mulut mereka sedang sibuk bergosip. Penasan akhirnya saya memberanikan diri mencomot tepung itu, saya cium, dan ternyata itu tepung udang. Saya tanyakan pada mereka, benarkah itu tepung udang. Mereka jawab, ya, dan kembali mereka sibuk dengan gosipnya. Saya kesal, mengapa mereka sombong sekali.
Tidak terlalu lama di sana, saya kembali ke atas. Menemui si bapak pemilik pabrik ini dan mewawancarainya. Kata dia, makanan ringan buatannya ini telah menembus pasar Bali. Banyak sekali permintaan dari sana, dan sekarang masih belum terlayani. Saya tanyakan kepadanya, berapakah karyawan yang dipekerjakannya? Dia katakan, kurang lebih dua ratus. Saya takjub luar biasa. Tapi dia katakan, sebenarnya dia masih membutuhkan sekitar empat puluh karyawan lagi, untuk memenuhi permintaan pasar.
“Jadi, makanan ringan yang dibuat di sini berdasarkan permintaan pasar?” tanya saya.
“Ya, sebab pada dasarnya kami pelayan konsumen. Apa yang mereka minta, itulah yang kami produksi.” Terangnya.
“Jadi bukan untung-untungan?”
“Tidak. Biasanya orang membuat produk makanan tanpa mengetahui laku tidaknya di pasaran. Tapi di sini tidak, kami memproduksi makanan sesuai kebutuhan pasar. Setelah tahu apa yang pasar butuhkan, kami siapkan di sini bahan baku, kami siapkan karyawan, peralatan, dan barulah usaha dijalankan.”
Sampai di sini saya mendapatkan pelajaran, bisnis harus dijalankan sesuai dengan kebutuhan orang. Dengan begitu, kita menjalankan bisnis bukan semata ingin mencari uang, tapi karena ingin menolong orang lain. Tidak ada gunanya menjalankan usaha yang tidak dibutuhkan pasar. Bisnis semacam itu hanya untung-untungan. Lebih besar peluang gagalnya daripada berhasilnya. Kalau ada uang, lebih baik sedekahkan, gunakanlah menolong orang, dan biarlah ALLOH membukakan jalan usaha yang pasti menguntungkan.
Seperti perusahaan ini. Dalam percakapan berikutnya, si Bapak mengatakan, usahanya ini dijalankan karena ingin menolong orang. Bagi dia semua karyawan yang kerja di perusahaannya ini adalah amanah dari ALLOH. Menjaga perusahaan ini dengan sebaik-baiknya, berarti dia menjaga amanah itu. Sambil menunjuk para wanita tua yang sedang melinting sale, dia jelaskan bahwa para wanita tua itu sebenarnya daya produksinya sudah menurun, tidak seperti anak muda yang dalam seharinya bisa menghasilkan banyak. Tapi dia tetap mempekerjakan para wanita tua ini karena dia ingin menolong mereka. Dan hasilnya benar-benar keajaiban, dia mendapatkan peluang menembus pasar Bali. Tidak sedikit perusahaan besar ingin menembus pasar bali, tapi mereka tidak bisa. Begitu saja skenario Tuhan, mungkin perusahaan ini yang harus bisa menjual ke sana. 
Saya nyatakan pada si bapak, bahwa orang-orang sukses seperti si bapak ini biasanya orang-orang yang senang menginfakkan hartanya. Si bapak jelaskan, memang benar, dia senang memberikan menyumbang untuk pembangunan lingkungan sekitar, dan sarana umum lainnya seperti jalan.
Jelas ini bukti nyata, menginfakkan harta memudahkan seseorang mendapatkan jalan bisnisnya.

No comments:

Post a Comment