Jika Anda punya uang, utamakanlah infak, utamakanlah menolong
orang lain, dan habiskanlah waktu untuk itu. Tidak usah Anda pusingkan bisnis.
Masalah bisnis, masalah usaha, nanti ALLOH yang akan memberikan jalan.
Bisnis itu harus dijalankan berdasarkan kebutuhan. Bisnis
yang dijalankan tanpa mengetahui kebutuhan orang, dan hanya mengandalkan
untung-untungan, besar peluang bisnis itu akan mengalami kegagalan. Bisnis yang
berhasil adalah bisnis yang dijalankan berdasarkan kebutuhan pasar.
Dalam sebuah perjalanan, saya melihat pabrik makanan
ringan. Sambil berteduh dari hujan, saya masuki pabrik itu. Saya berjalan terus
ke dalam, menyapa seorang laki-laki yang sedang membuat kue semprong. Hanya
beberapa orang saja di sana, tapi ketika saya menoleh ke sebelah kanan, masya
ALLOH, ramai sekali para pekerja dengan garapannya masing-masing. Kebanyakan
pekerjanya wanita. Mulai wanita muda hingga wanita tua bekerja di sana. Setelah
menuruni sebuah tangga, saya permisi kepada seorang wanita tua. Tangannya sibuk
melinting sale, dan menjawab sapaan saya dengan sopannya. Saya terus berjalan,
dan menyaksikan tungku-tungku besar berbaris dari timur ke barat. Kuali di
atasnya menampung minyak dengan berbagai macam makanan yang digoreng. Sebagian
menggoreng pisang, sebagian menggoreng sale, dan yang mengerjakan itu adalah
ibu-ibu. Sibuk mereka menggoreng, mengangkat, mengangkut, dan membetulkan nyala
apinya.
Saya berdiri takjub melihat pemandangan itu. Isi kepala
berputar memikirkan apa yang harus saya lakukan supaya bisa merekam kegiatan
ini. Saya pikir, rekaman kegiatan di pabrik ini pasti akan sangat bermanfaat
untuk pengajaran anak-anak di kelas. Saya mengajar di sebuah SMA suasta di
perkampungan. Anak-anak senang jika pelajaran disajikan dalam bentuk fim, atau
rekaman gambar. Sayang, hape kamera yang saya bawa sudang drop.
Ketika itu, saya menoleh ke sebuah tempat yang dibatasi
tembok sepinggang. Saya lihat di sana seorang bapak sedang duduk. Saya tanya
dia, apakah dia pemiliknya. Dia menjawab, ya. Dan saya memohon maaf kepadanya
dan menyatakan keinginan melakukan penelitian di perusahaannya ini. Dia bertanya,
untuk kepentingan apa? Saya jawab, untuk pelajaran anak-anak di sekolah. Dia
katakan, silahkan. Saya gembira mendapatkan izin darinya. Saya melihat di
sebelah bawah sana ada lagi bangunan besar beratapkan asbes. Saya tanyakan
kepada bapak ini, apakah itu perusahaan juga. Dia katakan, ya. Kemudian saya
meminta ijin kepadanya, ingin melihat-lihat juga ke bawah. Dia mempersilahkan.
Dan ketika saya berjalan ke bawah, dan memasuki bangunan
itu, saya saksikan orang lebih banyak lagi. Ibu-ibu muda ramai mengelilingi
meja besar setinggi lutut. Di depan mereka menumpuk lembaran-lembaran lumpia
tipis. Cekatan tangan mereka mengambilnya, lalu dengan kecepatan luar biasa
mereka membungkus tepung dengan lembaran lumpia itu. Saya dekati mereka dan
saya tanyakan kepadanya, tepung apakah itu. Mereka tidak jelas menjawabnya.
Mulut mereka sedang sibuk bergosip. Penasan akhirnya saya memberanikan diri
mencomot tepung itu, saya cium, dan ternyata itu tepung udang. Saya tanyakan
pada mereka, benarkah itu tepung udang. Mereka jawab, ya, dan kembali mereka
sibuk dengan gosipnya. Saya kesal, mengapa mereka sombong sekali.
Tidak terlalu lama di sana, saya kembali ke atas. Menemui
si bapak pemilik pabrik ini dan mewawancarainya. Kata dia, makanan ringan
buatannya ini telah menembus pasar Bali. Banyak sekali permintaan dari sana,
dan sekarang masih belum terlayani. Saya tanyakan kepadanya, berapakah karyawan
yang dipekerjakannya? Dia katakan, kurang lebih dua ratus. Saya takjub luar
biasa. Tapi dia katakan, sebenarnya dia masih membutuhkan sekitar empat puluh
karyawan lagi, untuk memenuhi permintaan pasar.
“Jadi, makanan ringan yang dibuat di sini berdasarkan
permintaan pasar?” tanya saya.
“Ya, sebab pada dasarnya kami pelayan konsumen. Apa yang
mereka minta, itulah yang kami produksi.” Terangnya.
“Jadi bukan untung-untungan?”
“Tidak. Biasanya orang membuat produk makanan tanpa
mengetahui laku tidaknya di pasaran. Tapi di sini tidak, kami memproduksi
makanan sesuai kebutuhan pasar. Setelah tahu apa yang pasar butuhkan, kami siapkan
di sini bahan baku, kami siapkan karyawan, peralatan, dan barulah usaha
dijalankan.”
Sampai di sini saya mendapatkan pelajaran, bisnis harus
dijalankan sesuai dengan kebutuhan orang. Dengan begitu, kita menjalankan
bisnis bukan semata ingin mencari uang, tapi karena ingin menolong orang lain.
Tidak ada gunanya menjalankan usaha yang tidak dibutuhkan pasar. Bisnis semacam
itu hanya untung-untungan. Lebih besar peluang gagalnya daripada berhasilnya.
Kalau ada uang, lebih baik sedekahkan, gunakanlah menolong orang, dan biarlah
ALLOH membukakan jalan usaha yang pasti menguntungkan.
Seperti perusahaan ini. Dalam percakapan berikutnya, si
Bapak mengatakan, usahanya ini dijalankan karena ingin menolong orang. Bagi dia
semua karyawan yang kerja di perusahaannya ini adalah amanah dari ALLOH.
Menjaga perusahaan ini dengan sebaik-baiknya, berarti dia menjaga amanah itu.
Sambil menunjuk para wanita tua yang sedang melinting sale, dia jelaskan bahwa
para wanita tua itu sebenarnya daya produksinya sudah menurun, tidak seperti
anak muda yang dalam seharinya bisa menghasilkan banyak. Tapi dia tetap
mempekerjakan para wanita tua ini karena dia ingin menolong mereka. Dan
hasilnya benar-benar keajaiban, dia mendapatkan peluang menembus pasar Bali.
Tidak sedikit perusahaan besar ingin menembus pasar bali, tapi mereka tidak
bisa. Begitu saja skenario Tuhan, mungkin perusahaan ini yang harus bisa
menjual ke sana.
Saya nyatakan pada si bapak, bahwa orang-orang sukses
seperti si bapak ini biasanya orang-orang yang senang menginfakkan hartanya. Si
bapak jelaskan, memang benar, dia senang memberikan menyumbang untuk
pembangunan lingkungan sekitar, dan sarana umum lainnya seperti jalan.
Jelas ini bukti nyata, menginfakkan harta memudahkan
seseorang mendapatkan jalan bisnisnya.
No comments:
Post a Comment