Thursday 7 March 2013

PELAJARILAH KEHIDUPAN PARA ULAMA



Pernah terjadi orang benci kepada ahli sufi, mengatai mereka penghambat zaman, anti kemajuan. Karena mengajarkan kesedernaan, ahli sufi dituduh mengajarkan kemelaratan. Padahal jika ditelusuri lebih mendalam, sebenarnya mereka mengajarkan kekayaan. Dalam masalah harta, mereka mengajarkan hidup sederhana, menggunakan harta secukupnya saja, dan memberikan sisanya kepada orang lain.
Mereka mengajarkan bermurah hati, membersihkan diri dari sifat kikir, meninggalkan cinta dunia, membersihkan harapan kepada selain Alloh, dan berharap hanya kepada Alloh, dan yakin dengan kekayaan Alloh, dan itu semua sesungguhnya ajaran yang akan menjadikan seseorang menggapai kekayaan.
Tashawuf yang benar-benar Qur’ani bukannya mengajarkan kemelaratan, justeru mengajarkan kita cara termudah meraih kekayaan, menggenggam dunia, supaya agama Alloh ini tegak. Tashawuf Qur’ani justeru mengajak manusia menjadi kaya, tetapi diri tetap sederhana, lebih memikirkan kepentingan orang lain, daripada hanya sibuk dengan diri sendiri.
Tashawuf mengajarkan dzikir sepanjang waktu, artinya hingga ketika kerja pun dzikir tidak pernah putus. Dzikir menjadikan seseorang khusyuk, tekun, sabar dan ulet.  Dan sifat-sifat itu membawa seseorang pada kekayaan.
Tashawuf Qur'ani mengajarkan, kehidupan dunia hanyalah permainan. Uang adalah permainan, emas perak adalah permainan, rumah megah adalah permainan, kendaraan adalah permainan. Jangan diagung-agungkan apalagi dipuja-puja. Mengagungkan dunia hanya akan menjadikan dunia itu balik menghinakan kita. Sebaliknya, memandang rendah dunia, akan membuat dunia itu tunduk merendah di hadapan kita. Dan itu adalah ajaran meraih kekayaan.
Tashawuf Qur’ani mengajarkan, kehidupan dunia ini hanyalah permainan. Dalam sebuah permainan, banyak sekali jebakan, banyak sekali tipuan. Hal yang sepertinya merugikan, sebenarnya itu membawa kemenangan, sebaliknya, hal yang sepertinya membawa kemenangan, sebenarnya itu membawa kerugian. Kerja keras mencari uang, mengumpulkannya dan menyimpannya, sepertinya bisa menjadikan seseorang kaya raya, padahal sebenarnya tidak, perilaku itu justeru malah menjadikan membuat seseorang susah dan serakah. Sebaliknya menyedekahkan harta, memberikannya kepada orang yang berhak menerimanya, dan tidak menumpuk-numpuknya bisa menjadikan harta seseorang bertambah.Itulah yang diajarkan para sufi, dan ajaran itu membawa seseorang pada kekayaan.
Seorang ulama hadits dan fiqih madzhab Syafi’i, memuji-muji kemiskinan di atas kekayaan. dia Menulis kitab berjudul Tasyrif Al-Faqr ‘ala al-Gina, tetapi kehidupan dia sendiri tidak tergolong miskin, seperti bisa dibaca dalam biografinya dalam kitab Raf’u al-Isr’Anda Qudati Misr karya Al-Hafizh Ibnu Hajar.
Sungguh, para sufi tidak mengajarkan kemelaratan.
Al-Hafizh Ahmad bin Ali Al-Mishri, seorang ulama yang hidup sejak tahun 770 hingga 837 Hijriyah, pernah menulis al’Falakah wa al-Maflukun menyediakan satu bab khusus tentang berbagai risiko kemiskinan. Panjang sekali dia membahas tentang kemiskinan hingga menghabiskan 20 halaman. Di sini hanya dicantumkan ringkasannya saja:
Pertama, kemiskinan bisa menyesakkan dada, melemahkan, dan menghinakan martabat di hadapan orang lain. Sebab, kebahagiaan dan kegembiraan hanya muncul dari akhlaq yang terpuji dan dada yang lapang. Kesedihan akan menjamur dalam jiwa yang sempit dan tunduk kepada makhluq.
Kedua, kemiskinan mengakibatkan keterpaksaan dan menumbuhkan akhlaq tercela, seperti dusta, mencuri, dan munafik.
Ketiga, kemiskinan cenderung menumbuhkan sikap dengki kepada orang yang mendapat nikmat dan gembira dengan tersingkirnya nikmat. Melihat orang lain melarat, muncul rasa senang karena ada kesamaan nasib. Sikap dengki-mendengki mewabah diantara orang miskin.
Keempat, kemiskinan membutakan mata sehingga menganggap kenikmatan pada orang lain lebih pantas melekat pada dirinya.
Kelima, kemiskinan menyebabkan seseorang berpaling dari orang lain, menutup diri dan menggunjingnya. Sebab orang miskin yang melihat orang kaya akan merasa segan berdampingan dengannya. Biasanya, dia akan mengorek sisi buruk dan aib orang kaya itu. dengan begitu ia merasa dirinya lebih unggul. Demikian keyakinan yang tertanam dalam lubuk hati si miskin. Ia akan menelanjangi sifat buruk orang yang digunjingnya tadi. Dengan demikian, ia merasa dirinya paling sempurna. Itu adalah taktik pengalih perhatian agar orang-orang lebih menghiormati dan mencintainya. Rasa dengkinya terobati dan merasa nikmat dengan menggunjingkan orang lain.
Keenam, kemiskinan bisa mengambrukkan harkat manusia, memasung dan melemahkan lisan. Kekayaan laksana kefasihan, sedangkan kefakiran laksana kebisuan. Banyak sekali perselisihan pendapat yang berpangkal dari sebuah kalimat dan perbuatan. Bila orang miskin yang berbicara, maka akan tertolak pendapatnya. Jika orang kaya yang berbicara, tentu akan diterima. Memang, jiwa cenderung menyukai orang kaya daripada orang miskin.
Ketujuh, orang miskin selalu cemas ketika menerawang kondisi sekarang dan masa depan. Ia beranggapan akan terus dirundung duka dan penderitaan. Apalagi kalau memiliki tanggungan keluarga atau menderita penyakit parah.
Kedelapan, orang miskin selalu menanggung kepayahan, kelelahan, dan beban batin ketika menempuh perjalanan, sementara di rumah tidak ada secuil nafkah pun. 

No comments:

Post a Comment