Diceritakan,
seorang tukang cukur di Rusia bertanya kepada langganannya, apakah Tuhan itu
ada. Si langganan menjawab, tentu saja ada. Tukang cukur menentang, menurut
saya Tuhan itu tidak ada. Si langganan heran, bagaimana Anda berkata begitu.
Kata si tukang cukur, kalau memang Tuhan itu ada mengapa ada orang miskin,
katanya Tuhan itu Maha Pemurah dan Maha Penolong.
Si langganan
mencari jawaban untuk mematahkan perdapat tukang cukur, tapi dia tidak
menemukannya. Sampai cukuran selesai, dia belum menemukannya juga. Barulah,
setelah dia keluar dari tempat si tukang cukur, dan hampir ke jalan melihat ada
orang gila yang kusut dan gondrong, barulah dia menemukan jawabannya. Setelah
dia melihat orang gila itu, si pelanggan kembali ke tukang cukur, dan langsung
berkata, wahai tukang cukur, menurut saya, justeru yang tidak ada di dunia ini
adalah tukang cukur.
Si tukang cukur
bertanya heran, bagaimana Anda berkata begitu padahal baru saja rambutmu
dicukur. Kata si pelanggan, baru saja di jalan saya melihat ada orang gila
berambut gondorng lewat, kalau memang di dunia ini ada tukang cukur, tentulah
tidak akan ada orang yang berambut gondrong kusut begitu, pastilah orang
gondrong itu rambutnya sudah pendek dan rapi.
Mendengar itu, si
tukang cukur tersenyum dan katanya, tentu saja karena dia tidak datang ke
tukang cukur, kalau dia datang ke tukang cukur, pasti rambutnya rapi, bukan
tukang cukur yang tidak ada, dia saja yang tidak datang ke tukang cukur.
Nah, sama halnya
dengan Tuhan, kata si pelanggan, adanya orang susah di dunia, bukan karena Tuhan
tidak ada, orang itu saja yang tidak datang kepada Tuhan. Kalau saja dia datang
kepada Tuhan minta keluar dari kesusahan, pastilah Tuhan hilangkan
kesusahannya.
* * *
Orang susah kaya
antara lain karena, mereka hanya mengandalkan kemampuan dirinya. Mereka tidak
datang kepada Alloh. Mereka tidak meminta bantuan Alloh. Mereka mengaku percaya
diri, yakin dengan kemampuan dirinya, tapi kurang yakin dengan ampuhnya
pertolongan Alloh.
Yang mereka yakini
hanya, bahwa kekayaan hanya akan diraih dengan kerja habis-habisan. Hanya orang
yang mengerahkan segenap tenaganya, tanpa kenal lelah, tanpa kenal waktu,
mereka itulah yang akan kaya menurut mereka. Mereka yang mencangkul sejak gelap
hingga gelap, mereka yang berdagang non stop dua puluh empat jam, para maniak
kerja, menurut mereka, orang seperti itulah yang akan sukses menggapai
kekayaan. Menurut mereka.
Sama sekali mereka
tidak percaya, mereka bisa kaya dengan karunia Alloh, dengan kekayaan Alloh,
dan dengan kehendak Alloh. Mata mereka tidak bisa melihat, bahwa sebenarnya
perbendaharaan langit dan bumi ini milik Alloh, dan Alloh bisa dengan mudah
menganugerahkan kekayaan-Nya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Mereka
hanya tahu kekuatan sendiri, tidak tahu kekuatan Alloh, mereka hanya melihat harta
benda dunia, dan tidak pernah memikirkan siapakah pemilik sesungguhnya. Mereka
hanya mengandalkan kemampuan dirinya sendiri.
Padahal, kebiasaan
mengandalkan kemampuan sendiri hanya layak dilakukan oleh orang-orang yang
tidak ber-Tuhan. Mereka yang hidup sebagai atheis, merekalah yang lebih pantas
melupakan kekuasaan Alloh dalam setiap hasrat yang ingin mereka raih. Sedangkan
orang beragama seperti kita, tidak sepantasnya hanya mengandalkan diri sendiri.
Orang yang mengaku dirinya beragama seharusnya senantiasa yakin, ada yang lebih
berkuasa dan lebih mampu dari dirinya, yaitu Penciptanya.
Dalam sebuah
perjalanan, saya pernah numpang sebuah travel mobil mewah. Lupa lagi mobil itu
apa mereknya, yang saya ingat hanyalah,
bahwa saat itu sopirnya adalah seorang Nashrani. Saya tahu agamanya karena saya
banyak bertanya ini itu kepadanya. Saya tanya segala hal termasuk ajaran
agamanya, dan salah satu perkataan dia yang masih sangat saya ingat adalah,
ketika dia mengutip salah satu kata-kata dari Al-Kitab :”Celakalah orang yang
mengandalkan dirinya sendiri.”
“Apakah mereka
mengira tidak ada seorang pun yang berkuasa atas dirinya.” (Al-Balad: 5).
No comments:
Post a Comment